Thursday, 14 April 2016 | By: Unknown

Tulisan Yang Tak Berarti

Malam semakin mengelus mata. Menyuruhnya untuk segera merapatakan kelopak. Namun pikiran tak kunjung tenang. Kala esok akan tiba saat menghadap satu ujian.

Bila waktu berjalan. Aku akan setia berjalan. namun bila waktu terhenti seketika akankah aku juga berhenti?

Menengadah ke atas langit. Melihat bertabur penuh bintang. Kala wajahnya mengayun pada hati yang tak pernah mati. Maka pantaskah kau masih meragukan sayang?

Saat rindu masuk ke dalama pelintasan. Seketika itu hati jadi tak tenang. Namun saat marang yang meradang. Maka enggan hati untuk sekedar memikirkan.

Sajak palsu yang melesatkan amarah. Hati penuh dendam yang tak terabaikan. Akan menguapkan segala buncah murka menjadi bumerang yang perlahan sirna. Namun menyisahkan seberkas luka yang tak kunjung hilang. Bila tergores akan menjadi parah dan tak terlupakan.

Dari malam yang akan membawa esok hari. Aku terdiam dengan jemari yang menari. Membawakan sebuah alunan dalam khayalan. Hingga tertulis dalam sebait sajak. Sajak yang menyiratkan semua kegundahan di satu malam.

Sebuah ilusi menerobos hati. Mencoba mendududki tempat tertinggi. Namun sungguh aku tak peduli pada khayal yang hanya ilusi.

Berpaling hanya merindu. Menjauh hanya merana. Dan mengabaikan hanya akan mengingat.

Tak akan percaya janji. Karena janji hanya untuk diingkari. Tak percaya lagi untaian kata. Karena itu hanya gulali. Hanya percaya pada ketulusan yang suci bukan sekedar janji.

Tanyakan hati dimana ia akan berdiri. Pada dia yang tak tau pasti. Akankah kau melabuhkan diri?

Cerita cinta hanya dongeng semu yang tak akan pernah bahagia selama-lamanya. Namun kasih adalah nyata padamu wahai ILLAHI.

Semua tanya dalam benak meraung-raung. Mencoba membongkar kotak jawaban. Namun bila kunci tak digenggam. Mana bisa ia terbebaskan?

Malam akan menjadi sunyi. Bila tanpa suara hati. Dan suara hati akan terdiam bila tiada yang dibicarakan.

Harapan akan dia hanya akan menjadi abu-abu. Maka lebih baik putih menghindari atau hitam memilih tersakiti.
Sunday, 10 April 2016 | By: Unknown

Tanya Sesosok Dia

Bergetar tubuh ini saat ku merasa kehadiranmu
Degub jantung ku semakin tak menentu saat ku melihatmu
Seperti gemuruh ombak yang menerjang batu karang dilautan
Seperti badai yang mengguncankan samudera
Itulah yang kurasa bila kau ada di sekelilingku
Sampai bibir ini tak mampu berkata
Darah di urat nadiku seakan berhenti mengalir
Rasa kelu di urat pikiranku
Membuatku terpaku oleh pesonamu
Pesona yang membuat mata ini tak hentinya memandangmu
Telinga yang tak pernah menulikan suaramu
Dan hati yang tak dapat berpaling darimu
Semakin bergulirnya waktu rasa itu semakin ada
Semakin tumbuh dalam damaiku
Damai yang tak nyata bagiku
Namun semu juga tak ku gapai
Berpatah kata, itulah yang ku harapkan
Hingga semu dan nyata dapat ku pegang
Namun, untuk sekedar berucap sapa saja aku tak mampu
Apalagi untuk mendekat dan berikat denganmu
Ikatan yang disebut pertemanan
Yang ku mampu hanya memandangmu
Melihat semua tingkahmu
Dan menggali sajak lahirmu
Hanya itu yang ku mampu
Tapi,,
Akankah ini membuatmu terusik
Membuat bayangan kebencian dibenakmu
Seakan muak dengan apa yang kau pun tak tau siapa dia
Atau muak dengan sosok yang telah kau ketahui
Namun ia tak menyadari ketahuanmu…


GERIMIS




            Petang kini semakin merajut membingkai langit membentuk suatu pemandangan indah dengan taburan ribuan bintang dan terangnya sinar rembulan. Seorang gadis dengan rambut hitam lurus sebahu tengah duduk di bangku di balkon kamar tidurnya. Wajahnya yang tirus dengan kelopak mata yang indah, bibir mungil dan hidung mancung kini menengadah keatas menatap langit. Dengan balutan bluse lengan panjang, warna biru muda dan rok pendek berpilin 5 cm dibawah lutut memperlihatkan kakinya yang jenjang dan halus. Walaupun ia mengenakan pakaian sependek itu ia tak menghiraukan hawa dingin yang menerpa tubuhnya karena ia sudah terhipnotis dengan keindahan pemandangan langit malam yang sangat ia kagumi.
            “Dara, kamu sudah tidur sayang?” panggil sang mama dari balik pintu kamarnya.
            Dara kaget dengan panggilan mamanya, secepat kilat ia berlari kearah ranjang tempat tidurnya dan segera menghempaskan tubuhnya dan menarik selimutnya hingga leher, kemudian ia memejamkan matanya. Di balik pintu mamanya tak mendengar sahutan dari Dara dan mengira ia sudah tidur. Namun sang mama tetap masuk ke dalam ingin memastikan bahwa anaknya sudah tertidur. Perlahan pintu kamara Dara terbuka,
            “Syukurlah dia sudah tidur. Tapi kok terasa dingin ya?” kata mamanya ketika melihat Dara tengah terlelap di tempat tidurnya. Mama Dara menoleh ke arah pintu balkon yang ternyata terbuka, sehingga membuat udara di kamar Dara menjadi dingin. Kemudian beliau berjalan kearah pintu tersebut dan menutupnya. Setelah itu mama Dara menghampiri putri semata wayangnya yang telah tertidur.
            “Anak ini, selalu saja lupa menutup pintu balkon. Nanti kalau dia masuk angin, lalu sakit bagaimana? Mama nggak mau kamu mengapa-mengapa sayang karena mama sangat sayang padamu.” mamanya bergumam sendiri sambil membelai rambut Dara lembut.
            Beberapa menit kemudian mama Dara mengecup kening putrinya dan melangkah keluar dari kamar Dara dan membiarkan Dara terlelap dalam tidurnya. Tak berapa lama semenjak mamanya keluar dari kamarnya, Dara membuka matanya dan tertawa kecil, karena ia senang melihat mamanya tertipu dan mengira ia sudah tidur. Ia pun bangun dari tempat tidurnya, tetapi ia tidak melanjutkan melihat langit melainkan ia duduk di kasurnya dan meraih sebuah buku di atas nakas tempat tidurnya. Ia membuka buku tersebut dan mulai menulis apa yang ia lewati seharian tadi, karena ia memang suka menuliskan apa saja yang ia lakukan seharian di buku diary kesayangannya.
Ketika ia tengah menulis, tiba-tiba ada yang menetes di atas kertas diarynya. Tetesan itu berbentuk cairan yang berwarna merah segar dan berbau anyir seperti bau darah. Kemudian ia meraba lubang hidungnya, karena ia merasakan ada yang mengalir di hidungnya. Dan ternyata cairan yang menetes ke bukunya adalah darah dari hidungnya, dan secepat mungkin Dara meraih kotak tissue di atas meja belajarnya untuk mengentikan mimisan yang ia alami. Ia beranjak ke kamar mandi dan membersihkan sisa-sisa darah yang masih ada dihidungnya, kemudian ia memutuskan untuk segera tidur karena kepalanya tiba-tiba terasa sangat pening.
*****
Esok harinya Dara pergi ke sekolah barunya di SMA Negeri 45, Bandung dengan diantar sopir pribadinya. Dara Seruni Prastiwi yang lebih akrab dipanggil Dara merupakan murid pindahan baru dari SMA Negeri 5, Jakarta. Ia pindah sekolah karena ayahnya yang seorang militer dipindah tugaskan di Bandung seminggu yang lalu. Ia sangat senang ketika mengetahui ayahnya akan dipindahkan ke Bandung, karena ia sangat suka dengan apapun mengenai Bandung. Selain udara yang masih bersih, panorama yang indah dan berbagai macam tempat yang menarik untuk dikunjungi, Dara juga tertarik dengan seorang cowok yang ia kenal melalui jejarig sosial media yang di sebut facebook. Sebut saja nama cowok yang ia kenal Kevin, ia juga merupakan salah satu murid di SMA Negeri 45, Bandung. Itulah mengapa Dara semakin antusias dengan kepindahannya ke Bandung walaupun ia juga sedih meninggalkan teman-temannya di Jakarta.
Hari pertama masuk sekolah Dara memperkenalkan dirinya di kelas barunya. Semua murid kelas XI B sudah masuk memenuhi kelas saat Dara diperkenalkan oleh salah satu guru yang akan mengajar. Ketika ia memperkenalkan diri, perhatian Dara teralih kepada seorang cowok yang duduk di kursi paling belakang pojok kanan. Ia tertarik memperhatikan cowok itu bukan karena cowok itu tampan atau keren, melainkan ia penasaran dengan cowok yang sedari tadi tak bergeming dan menundukkan kepalanya di atas meja seolah tak terganggu oleh riuh suara di sekitarnya.Setelah memperkenalkan diri Dara dipersilahkan untuk duduk di kursi depan cowok tersebut. Kemudian pelajaran pertama pun dimulai, baru saat itu cowok tersebut mengangkat kepalanya dan siap menerima pelajaran. Dara yang tiba-tiba menoleh kebelakang terkejut ketika tahu bahwa cowok yang sedari tadi mencuri perhatiannya adalah Kevin. Begitupun sebaliknya, Kevin juga terkejut mendapati Dara tengah melihatnya.
“Lho, kok kamu ada disini? Jadi kamu anak pindahan yang tadi ngomong di depan?” tanya Kevin tiba-tiba.
“Iya itu aku. Kamu juga di kelas ini? Nggak nyangka kalau kita bakal sekelas.” kata Dara tersenyum.
“Eh, entar aja dilanjutin ngobrolnya. Di depan itu guru paling killer di sekolah bisa mati kalau kita ketahuan ngobrol waktu dia menerangkan pelajaran.” kata Kevin kemudian.
“Oke deh selamat belajar.” Dara mengangguk dan kembali duduk menghadap papan tulis.
*****
Malam harinya Dara menulis peristiwa yang ia lewai seharian di buku diary kesayangannya. Setelah menulis tiba-tiba Dara merasa haus dan memutuskan untuk mengambil minum di dapur. Karena sudah malam tak ada orang yang berkeliaran di dalam rumah, semuanya mungkin sudah terlelap dalam tidurnya. Dara mengambil segelas air putih dan meneguknya perlahan. Ketika ia baru meneguk setengah dari isi gelasnya ia merasa kepalanya berat dan pusing dan tiba-tiba pandangannya kabur dan perlahan menjadi gelap.
Gelas yang ia pegang terlepas dari genggamannya dan jatuh terbelah di lantai. Bunyi yang ditimbulkan gelas tersebut membangunkan seisi rumah. Karena sesaat setelah terdengar bunyi gelas pecah tersebut mama, papa Dara dan pembantunya berlari ke arah terdengarnya suara tersebut. Mereka sangat terkejut mendapati Dara tengah tergeletak tak sadarkan diri di samping meja makan. Sesegera mungkin papanya menggendongnya ke kamar Dara.
“Dara, kamu mengapa nak. Bangun sayang, ayo nak bangun.” kata sang mama membangunkannya khawatir.
Beberapa saat kemudian Dara membuka matanya, dan ia melihat di sekitar tempat tidurnya telah berdiri mama, papa dan pembantunya dengan tatapan khawatir padanya.
“Mama, papa sama bibi mengapa disini?” tanya Dara bingung.
“Syukurlah kamu sudah sadar sayang. Mama, papa dan bibi sangat khawatir terjadi apa-apa dengan kamu nak. Bagaimana keadaan kamu sekarang Dara?” tanya sang mamam khawatir.
“Sewaktu Dara ambil minum tadi tiba-tiba kepala Dara pusing banget ma, terus tiba-tiba gelap dan Dara udah nggak tau apa-apa ma.” kata Dara menjelaskan.
“Lalu sekarang apa kepala kamu masih pusing? Apa perlu papa panggilkan dokter sayang?” tanya papanya yang sama khawatirnya seperti mamanya.
“Nggak usah pa, Dara udah baikan kok meski masih terasa sedikit pusing sih. Tapi udah nggak apa-apa kok pa.” tolak Dara,.
“Ya udah kalau begitu, kamu istirahat ya nak. Nanti kalau ada apa-apa kamu panggil mama atau papa ya Dara.” kata mamanya.
“Ya ma.” sahut Dara.
Kemudian mama, papa dan Bibi Ijah keluar dari kamar Dara dan membiarkan Dara beristirahat di kamarnya.
*****
Di lapangan basket telah dipenuhi para siswa yang melakukan aktivitas olah raga dan beberapa permainan. Mereka sangat menikmati hal tersebut walaupun tubuh mereka terkena terpapar sinar matahari yang terik. Nampak seorang gadis yang sedari tadi hanya melihat temannya bersenang-senang di pinggir lapangan. Ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang sejak tadi tak lepas dari pandangan ke arahnya, walaupun ia sedang bermain bola kaki bersama temannya. Kemudian pemilik sepasang mata itu menghampiri gadis tersebut dan berlari kecil kearahnya.
“Dara kamu mengapa kok nggak gabung bareng mereka?” tanyanya mengatur nafasnya yang masih tersengal akibat ia bermain sepak bola.
“Nggak apa-apa hanya pengen disini aja. Seru ngeliat kalian beraktivitas semau kalian di lapangan sana. Kamu sendiri ngapain Vin, nyamperin aku?” tanya Dara.
“Aku hanya sedih aja ngeliatin kamu duduk diam disini dari tadi. Apa kamu nggak mau melakukan apa yang mereka lakukan disana?” tanya Kevin sambil menunjuk ke arah lapangan.
“Aku pengen sih, tapi-” belum sempat Dara melanjutkan perkataanya, Kevin sudah menggandeng tangannya dan menarik Dara ke tengah lapangan. Saat dilapangan Kevin bertanya,
“Kamu nggak mau menikmati hangatnya terik matahari? Atau kamu nggak mau berolah raga?” tanya Kevin kemudian.
“Bukan begitu, tapi aku-” Dara menggantungkan penjelasannya karena bingung bagaimana menjelaskan alasan sebenarnya pada Kevin.
“Udah lah, kamu tenang aja kamu nggak bakalan jadi hitam gara-gara kepanasan begini.” kata Kevin menekankan.
Akhirnya Dara pun mempercayai Kevin dan ikut bergabung bersama para siswi yang sedang melakukan permainan bola voly disebagian area lapangan. Dara sangat senang dan menikmati permainan tersebut, begitupun dengan Kevin, ia senang melihat Dara tengah menikmati permainannya. Beberapa menit setelah Dara bermain bola voly, tiba-tiba saja pandangan mata Dara kabur dan kepalanya terasa pusing. Suara teriakan teman-teman di sekelilingnya terdengar samar dan semakin terdengar tidak jelas. Ia merasakan ada sesuatu yang dingin dan segar mengalir dari dalam hidungnya. Lalu ia meraba hidngnya dan melihat darah segar tengah mengalir dari hidungnya. Ia semakin tak bisa menyangga tubuhnya sehingga tubuhnya terhuyung dan terjatuh di lantai lapangan tempatnya berdiri. Seketika melihat hal tersebut, semua murid menghentikan aktivitasnya dan berlari ke arah Dara yang telah tergeletak tak sadarkan diri di tengah lapangan.
Kemudian para siswa mengangkat tubuh Dara dan segera membawanya ke ruang kesehatan sekolah. Didalam ruangan Dara langsung ditangani dokter yang bertugas di sana. Setelah sekitar lima belas menit Dara tak sadarkan diri, kini Dara telah bangun dari pingsannya. Ia menyapu pemandangan di sekelilingnya dan mendapati banyak sekali orang yang sedang mengelilinginya di sekitar ranjang tempatnya tidur tadi.
“Mengapa semuannya ada disini, aku ada dimana?” tanya Dara pada semua orang yang ada di sekelilingnya.
“kamu ada di ruang kesehatan nak, karena kamu tadi dibawa oleh anak-anak dalam keadaan tidak sadarkan diri. Bagaimana keadaan kamu sekarang? Apa sudah baikan?” tanya dokter yang menanganinya tadi.
“Uhm, kepala saya masih terasa sedikit pusing bu, tapi sudah baikan daripada tadi.” ujar Dara.
“Ya sudah kalau begitu ibu tinggal dulu yah, ini (Menunjuk obat yang ada di atas meja di dekat ranjang), kamu minum setelah makan ya. Temen kamu sedang mencarikan kamu makanan untuk minum obat, semoga lekas sembuh ya.” kata dokter panjang lebar.
Dara hanya mengangguk mendengar penjelasan dari dokter tersebut. Teman-teman Dara yang membawanya ke ruang kesehatan menemaninya ada beberapa yang disuruh gurunya untuk kembali ke aktivitas yang tadi dijalani.
“Bagaimana keadaan kamu Dara?” tanya seorang siswi yang bernama Ita.
“Ya udah agak enakan sih, hanya sedikit pusing dan mual aja. Makasih juga ya kalian udah nolongin aku, aku juga minta maaf kalau aku jadi ngrepotin kalian.” Kata Dara berterima kasih kepada teman-teman yang telah menolongnya.
“Kamu nggak usah ngerasa nggak enak sama kita, kan kamu temen kita walaupun kamu anak baru disini.” kata seorang lainnya.
Dara tersenyum mendengar ucapan temannya. Setelah beberapa menit dokter itu keluar dari ruang kesehatan, Kevin datang dengan membawa semangkuk bubur dan segelas teh manis hangat di atas nampan yang ia bawa dari kantin sekolah.
“Kamu udah baikan?” tanya Kevin meletakkan nampan di atas meja di dekat ranjang.
“Ya, lumayan. Itu apa?” tanya Dara penasaran dengan apa yang dibawa Kevin.
“Oh ini, ini bubur sama teh hangat buat kamu minum obat. Tadi Bu Annisa, dokter yang nanganin kamu nyuruh aku bawain ini ke kamu. Nih makan buburnya.” kata Kevin memberikan semangkuk bubur kepada Dara.
Dara melihat mangkuk bubur ditangannya kemudian dengan terpaksa ia memakan separuh buburnya karena ia menahan mual yang ia rasa. Kemudian Dara meminum obat yang diberikan kepadanya tadi dan menenggak habis teh hangat yang dibawa Kevin.
*****
Setelah kejadian Dara yang masuk ruang kesehatan, Ia dan Kevin menjadi semakin akrab dan menjadi teman baik. Meskipun mereka selalu bertengkar dan memperdebatkan masalah yang sepele yang sebenarnya tidak perlu dibahas. Semakin dekat hubungan pertemanan mereka, semakin Dara sering jatuh sakit. Kekebalan tubuhnya semakin menurun, ia sering mengalami pusing di kepalanya yang tak tertahankan, hingga badannya lemas dan sekujur tubuhnya sering terasa nyeri. Dan tak jarang pula ia mengalami pendarahan di hidungnya dan jatuh tak sadarkan diri setelah ia mimisan. Akibatnya orang tuanya selalu melarang Dara melakukan aktivitas yang berat dan membutuhkan energi yang lebih. Karena melihat kondisi Dara yang semakin hari semakin memburuk. Bahkan penyakit yang tidak seberapa membahayakan tubuhnya  seperti batuk dan pilek sering menyerangnya dan masa penyembuhannya sangat lama dari biasanya.
Dara sudah sering pergi kerumah sakit untuk berobat namun ia tak mau diperiksa lebih detail mengenai penyakit apa yang sebenarnya menyerang tubuhnya. Alasan Dara menolak hal tersebut adalah karena ia takut mengetahui kenyataan penyakit yang ia derita akan lebih parah dari apa yang ia bayangkan. Orang tua Dara mengikuti kemauannya karena ia putri tunggal yang sangat mereka sayangi. Namun orang tua Dara tak kehilangan akal untuk membohongi Dara agar Dara dapat diperiksa lebih detail.
Setelah membujuknya hampir dua bulan, akhirnya kedua orang tuanya berhasil. Sehingga Dara mau diperiksa lebih mendetail lagi mengenai penyakitnya. Setelah melakukan pemeriksaan berulang-ulang untuk memastikan hasil yang didapat lebih akurat, dokter yang memeriksanya memberitahukan bahwa penyakit yang diderita Dara adalah leukimia stadium akhir. Dimana dokter pun tidak bisa memperhitungkan waktu yang dimiliki Dara setelah ini. Kedua oarng tua Dara sangat terpukul mendengar penjelasan dokter mengenai kondisi putrinya. Hingga mama Dara jatuh tak sadarkan diri karena terkejut menerima kenyataan bahwa anaknya sudah tak lama lagi di dunia ini. Namun untuk menenangkan Dara kedua oarng tuanya sudah membuat kesepakatan bahwa mereka tak akan memberi tahukan kondisi sebenarnya kepada Dara walaupun sampai di ujung waktunya.
Semakin hari kondisi Dara semakin memburuk dan ia terpaksa harus dirawat inap di sebuah rumah sakit dekat rumahnya. Semenjak itu Dara absen dari sekolahnya namun bukan berarti Kevin juga absen mengunjungi Dara di rumah sakit. Kevin selalu mengunjungi Dara dan memberikan dara semangat untuk tetap bertahan melawan penyakit yang dideritanya. Kedua orang tua Dara merasa senang bila Kevin datang menjenguk putrinya, karena setiap kedatangan Kevin terlihat wajah yang gembira di wajah Dara meskipun ia merasa lemah dan bosan berada di rumah sakit setiap harinya.
Sudah sebulan yang lalu semenjak Dara dirawat di rumah sakit dan kedua orang tuanya menyembunyikan kebenaran kondisi Dara, dan kini pun terungkap. Saat itu Dara sudah mencapai puncak kebosanannya terkurung di kamar rumah sakit, sehingga ia memutuskan untuk berjalan-jalan keluar di saat kedua orang tuannya sedang dipangil oleh dokter yang menangani Dara ke ruangannya. Setelah Dara berhasil bangun dari ranjang dengan susah payah karena kondisinya sangat lemah dan pucat, ia pun duduk di kursi roda dan mulai memutar roda dan melaju perlahan. Setelah menikmati udara segar di taman rumah sakit Dara memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dalam perjalanannya menuju kamarnya ia tertarik untuk menyusuri lorong di sebelah kanan kamarnya. Ia pun memutar roda kursinya dan menyusuri lorong tersebut, dan tiba-tiba ia berhenti tepat di suah pintu ruangan yang terbuka. Ia mengehentikan kursinya karena ia penasarang dengan apa yang dibicarakan di dalam ruangan tersebut, dimana pintu ruangan tersebut terbuka sedikit. Samar-samar Dara mendengar percakapan di dalam ruangan itu, ia semakin medekatkan telinganya dan menajamkan pendengarannya. Betapa kagetnya bahwa yang ia dengar adalah pembicaraan kedua orang tuanya dengan seorang dokter yang menanganinya dan ia mendengar semua itu dengan jelas setelah ia membuka pintu tersebut lebih lebar dan membuat orang tuanya dan dokter tersebut menoleh ke arahnya.
“Kalian, mengapa tega menyembunyikan ini semua dariku? Mengapa mama dan papa jahat sama Dara?” ucap Dara dalam tangisnya yang tak terbendung mendengar kenyataan bahwa ia terkena leukimia stadium akhir.
“Kami tak bermaksud menyembunyikannya sayang, tapi-” ucapan mamanya menggantuk di ujung lidahnya tak sanggup di teruskan dan ia mulai berkaca-kaca.
Kemudian Dara berlalu begitu saja meninggalkan kedua orang tuanya yang terdiam terpatung di tempatnya. Sesampai dikamarnya Dara menangis tersedu di balik bantal yang menutupi wajahnya. Sesaat kemudian orang tua Dara menghampirinya dan menjelaskan semuanya.
“Papa dan mama tidak berniat untuk menyembunyikan ini semua sayang, karena kami khawatir jika kamu mengetahui yang sebenarnya kondisi kamu akan semakin memburuk. Tapi kamu jangan khawatir sayang dokter tengah mengusahakan cangkok sum sum tulang belakang untuk kamu nak. Kamu yang kuat ya, melawan sakit yang kamu rasa. Kami yakin kamu akan baik begitupun kamu juga harus yakin bahwa kamu akan sembuh.” kata Papanya panjang lebar menjelaskan penjelasan yang selama ini disembunyikan darinya.
Dara mengerti perasaan kedua orang tuanya, semata-mata yang dilakukan orang tuanya hanyalah untuk kebaikan dan kesembuhannya. Namun Dara tidak mengerti sampai kapan waktunya ia bisa bertahan sampai ia menerima cangkok sum sum tulang belakang tersebut. Setelah mengetahui kondisi yang sebenarnya Dara menjadi semakin menurut dengan segala perintah dan anjuran baik dari kedua orang tuanya maupun dari dokter yang menanganinya. Namun kondisi Dara semakin hari semakin tidak stabil, kadang ia mulai membaik namun terkdaang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Meskipun seperti itu tidak menyurutkan semangat Dara dan kedua oarng tuanya untuk sembuh.
*****
Kevin sampai saat ini belum mengetahui kondisi Dara yang sebenarnya, karena Dara telah meminta orang tuanya untuk tetap merahasiakan hal tersebut darinya. Karena Dara tidak ingin membuat Kevin khawatir dan mengasihaninya. Karena sesungguhnya benih cinta yang telah tertanam di lubuk hatinya tidak ingin melihat orang ia sayangi sedih dan merasa terpuruk apabila mengetahui umur Dara tidak akan lama lagi jika ia tak berhasil mendapatkan pencangkokan tersebut. Sekuat tenaga Dara selalu menyembunyikan kondisinya yang semakin melemah di hadapan Kevin karena ia khawatir Kevin sedih.
Sore itu Kevin kembali menjenguk Dara di rumah sakit disaat kondisi Dara sedang menurun. Namun seperti biasanya ia berusaha kuat di hadapan Kevin. Kedua oarng tuanya khawatir jika terjadi suatu hal yang diluar bayangan mereka, melihat kondisi Dara sekarang sangat mengkhawatirkan. Di luar rumah sakit sedang mendung dan udara terasa sangat dingin. Namun Dara meminta kepada Kevin untuk menemaninya pergi ke taman untuk menghilangkan kebosanan yang ia rasa. Kemudian Kevin meminta izin kepada orang tua Dara untuk menemaninya ke taman. Setelah berpikir cukup lama kedua orang tuanya akhirnya mengiyakan permintaan Dara dengan syarat di luar hanya sepuluh menit dan harus berpakaian tebal dan hangat lalu perginya ditemani seorang suster untuk berjaga-jaga. Semua syarat disetujui oleh Dara, namun syarat yang terakhir ia menolaknya karena ia yakin Kevin bisa menjaganya. Akhirnya kedua rang tuanya menyetujuinya, tapi tetap ada suster yang mengawasinya dalam jarak 10 meter dari tempat mereka. Sesampainya di taman Dara turun dari kursi roda dan duduk di samping kevin di bangku taman. Meskipun bangku taman yang terbuat dari besi terasa dingin akibat cuaca mendung tak dihiraukan oleh Dara. Yang terpenting ia bisa menghilangkan rasa kebosanannya dengan duduk bersebelahan dengan Kevin di taman.
“Vin boleh aku menyandarkan kepalaku di bahumu?” tanya Dara pada Kevin.
“Iya Ra boleh kok, sini bersandarlah.” kata Kevin memberikan bahunya.
Dara kini bersandar di bahu Kevin dan memejamkan matanya menikmati suasana sunyi dan dingin di taman tersebut. Mereka hanya terdiam dalam pikiran mereka masing-masing. Setelah beberapa menit Dara bersandar, Kevin bertanya pada Dara.
“Ra, ada yang mau aku omongin ke kamu Ra. Kamu mau dengerin nggak? Eh, tapi ngomongya di dalam aja ya. Disini mulai gerimis nanti kamu jadi tambah sakit. Ayo Ra kita kedalam.” ajak Kevin.
Namun Kevin tidak mendengar balasan dari Dara. Kevin mengira Dara tertidur, kemudian ia membangunkan Dara dan menepuk pelan pipinya. Kevin terkejut karena pipi Dara terasa sangat dingin dan bibirnya terlihat sangat pucat. Ia mengguncang pelan tubuh Dara, namun tak ada jawaban dan respon darinya. Tangan Kevin bergetar dan terlihat panik, ia meletakkan jari telunjuknya tepat di depan hidung Dara, namun Kevin tidak merasakan hembusan nafsa Dara. Kevin semakin panik dan gerimis pun semakin deras namun Kevin tak menghiraukan tubuhnya dan tubuh Dara mulai basah karena gerimis yang menerpa. Suster yang tadi disuruh untuk mengawasinya bergegas lari menghampiri Dara dan Kevin. Suster segera memeriksa keadaan Dara dan yang didapat adalah tubuh Dara sudah sangat pucat dan dingin seperti es. Suster memeriksa jantung Dara, namun ia tak menemukan denyutan di jantungnya. Kevin hanya bisa terpaku melihat Dara yang tak bergerak sedikit pun di lengan kananya. Air mata Kevin jatuh dan membuat bajunya semakin basah oleh air matanya.
“Padahal aku mau bilang, kalau aku sayang sama kamu Dara.” bisik Kevin lirih di telinganya di iringi cucuran air matanya yang membasahi pipi Dara.
Semenjak kepergian Dara, Kevin menjadi sangat menjukai untuk duduk terdiam merasakan gerimis hujan yang menetes membasahi tubuhnya. Karena ia akan merasakan kehadiran seseorang yang ia kasihi bersama tetesan gerimis. Dan saat gerimis datang dengan terpaan angin yang dingin pun terasa hangat di kulit Kevin. Kerinduan pada sosok yang ia sayang akan hilang saat gerimis datang menghampiri.

Puisi- Ini Cerita Dia dan Bintang




Dia adalah seseorang yang mampu membuka kembali hatiku.
Dia adalah orang tak terduga hadir dalam hariku yang sementara.
Dia hadir bukan untuk kumiliki.
Namun dia hadir untuk membawa tali persaudaraan.
Awalnya memang biasa saja.
Sikapnya yang dingin bagiku.
Tak lantas membuatku menjauh darinya.
Malah aku semakin tertarik mengenalnya lebih jauh.
Tapi tampaknya dia tak begitu terbuka padaku.
Dia memilih menutup dirinya.
Hingga aku tak tau maksud dalam jalinan saudara yang ia bawa.
Aku bahkan tak bisa menerka.
Dia bersungguh-sungguh atau hanya bergurau.
Aku tak mampu membaca geriknya.
Tak mampu mengira apa lakunya.
Hingga sampai waktu membatasi pertemuan kita.
Dia yang batu dan aku pun batu.
Tak ada yang mau menjadi rapuh satu sama lain.
Bersikeras dengan ego masing-masing.
Ego yang tak mau terlepas dari diri.
Membuat jarak kita semakin menjauh.
Sejauh bintang dengan bumi.
Sejauh ku menatap kerlipnya di langit.
Hingga hati hanya bergumam.
Inilah cerita dia dan bintang.

After Hiatus from This Blog :-)

Sejenak waktu tak akan terasa bila terus bergulir. Detik yang berganti jam dan hari yang kian betambah tahun membuatku lupa akan kenangan dalam setiap kata yang ada di dalam blogger ini. Lama sudah aku tak merawatmu. Jangankan untuk merawatmu, berkunjung pun aku tak sempat. Maafkan aku Curtain-Story telah mengabaikanmu setahun lalu. Kini sudah berganti tahun 2016 dan mulai saat ini aku akan setia dalam menemanimu menyusuri setiap harimu Curtain-Story. Aku akan menuliskan apa yang bisa aku tulis disini. Semoga pembaca blog ini juga semakin banyak dari sebelumnya :-)

Ayo bersenang-senang bersama Curtain-Story :-)