Senandung
merdu mengalun dengan asyiknya dari sebuah kotak hitam yang bersuara. Sepasang
telinga yang sedari tadi menajamkan inderanya dan mengayunkan tubuhnya
mengikuti alunan musikyang berasal dari radio tua warisan kakeknya yang sudah
usang termakan oleh usia.
“Aninda..cepat keluar, sarapan sudah siap
jangan sampai kamu terlambat lagi nak.” Teriak mama Aninda yang membuat Aninda
terusik keasyikannya mendengarkan musik kesukaannya.
“Ah, mama
lebay banget sih. Kan udah tau kalau terlambat itu mah biasa buatku.” Gerutu Aninda
Aninda mulai beranjak untuk mandi, namun nampaknya ia masih
belum rela mematikan radionya yang tengah memutarkan lagu kesukaannya,
”I’m big,
big,girl..and I big,big world..isn’t a big, big thing if you leave me……”. Aninda
masih mengikuti lagu yang diputar dari dalam kamar mandi, hingga akhirnya..
”Ma, kenapa
radionya dimatikan ??” teriak Aninda
Ia sudah hafal dengan kebiasaan mamanya yang mematikan
radio kalau ia belum juga keluar untuk sarapan.
“Cepat selesaikan mandimu lalu sarapan ! ”
perintah mamanya yang diiringi gerutuan Aninda dari dalam kamar mandi.
Pukul 06.55 wib, Aninda berlari menuju gerbang sekolahnya
yang sudah ditutup sepuluh menit yang lalu.Terang saja karena gerbang
sekolahnya akan ditutup pada pukul 06.45 wib. Masih terengah-engah Aninda
menggoyang-goyangkan pintu gerbang yang sudah tua namun masih terlihat begitu
kokoh dan kuat. Tak lama kemudian keluarlah sesosok laki-laki paruh baya dengan
seragam berwarna biru tua sedikit gelap, lengkap dengan tongkat pemukul
berwarna hitam tergenggam erat di tangan kanannya.
“Pak, tolong cepat bukakan pintu gerbangnya
pak !!” pinta Aninda dengan wajah memelas dibalik pintu gerbang.
“Kamu ini,selau
saja seperti ini. Mana janjimu yang kamu bilang tak akan terlambat lagi Nin ??”
Tanya penjaga gerbang yang akrab dipanggil Pak Supri.
“Iya deh pak, maaf aku belum bisa mewujudkan janjiku
Pak. Tapi tolong deh Pak, beneran saya bisa mati karena ini jamnya Bu Meta.”
Elak Aninda dengan masih tetap merajuk agar dibukakan pintu gerbang untuknya.
Tak
beberapa lama Pak Supri pun membukakan pintu tersebut karena ia tau betapa
galaknya Bu Meta yang pada umumnya terkenal sebagai guru matematika tergalak di
sekolahnya Aninda.
“Yah, sudah
ini yang terakhir saya bukakan pintu Nin karena saya kasihan kamu nanti kena
hukum bu Meta.” Kata pak Supri.
“Makasih pak..bapak emang satpam paling baik
deh di sekolah ini.” Kata Aninda yang mengumbar senyum lalu melenggang pergi
menuju ruang kelasnya.
Sementara
pak Supri hanya mematung kebingungan mencerna omongan Aninda tadi. Yang pada
kenyataannya hanya ada satu satpam di SMAN Darma Bakti, Bandung, sekolah Aninda.
Masih dengan nafas yang terengah-engah akibat berlari
dari pintu gerbang hingga menaiki tangga sampai di lantai tiga, Aninda Kemudian
membuka pintu kelasnya, dan disaat bunyi derekan pintu yang terbuka semua isi
kelas tersebut menoleh kearah bunyi di tengah kesunyian pelajaran yang sedang berlangsung.
Dengan senyum tiga jari dan tampang tanpa dosa ia menyeruak kedalam ruang kelas
dan duduk di bangkunya. Hal ini membuat sosok yang dikhawatirkan pak Supri
geram.
“NINDAA, apa yang kamu lakukan huh ??” bentak
bu Meta dengan khasnya berkacak pinggang.
“duduk bu” jawab Aninda polos.
“Seenaknya
saja kamu masuk dan mengikuti pelajaran saya. Sudah telat tak tau sopan santun,
apa sebenar di ajarkan kedua orang tua mu huh ??” Kesal bu Meta.
Dan Aninda
pun merasa kesal karena bu Meta telah membawa orang tuanya dalam masalah itu.
“Berhenti
membawa dan mencela orang tua saya. Saya terlambat itu karena kesalahan saya
bu.” Kata Aninda dengan intonasi yang sedikit tinggi.
“Beraninya
kamu menyangkal omongan saya, keluar kamu dari kelas saya. Saya tidak butuh
punya murid pemalas sepertimu.” Hardik bu Meta.
Aninda pun
melaksanakan perintah guru tersebut dan melangkah pergi meninggalkan kelas yang
dipenuhi ketegangan para siswa yang ada
“siapa juga yang mau mengikuti pelajaran menyebalkan
itu hufffftt.”kata Aninda dalam hati.
Belum jauh
Aninda melangkah suara bu Meta menghentikan langkanya.
“Enak sekali kau pergi tanpa hukuman, Kamu
harus membersihkan kamar mandi putri, menghapus papan setelah saya mengajar,
dan mengerjakan soal yang ada dihalaman 325-328 dikumpulkan besok pagi dimeja
saya jam ke 0 sebelum pelajaran jam pertama dimulai." Perintah bu Meta
panjang lebar.
Dan Aninda
pun membelalakkan matanya mendengar serentetan hukuman yang ia dapatkan. Dia
memang sering mendapatkan hukuman, tapi hukuman yang ia dapat paling- paling
hanya membersihkan kamar mandi putri atau menata buku-buku di perpustakaan.
Namun sekarang yang ia terima bukan hukuman namun segenap cara untuk
membunuhnya dalam musibah yang ia dapatkan.
“tapi bu,,”
Aninda mencoba untuk menego.
“Tidak ada
kata tapi-tapian. Kalau tidak mau mengerjakan saya akan melaporkanmu ke kepala
sekolah dan memberitahu kedua orang tuamu atas kelakuanmu, bagaimana ??” kata
bu Meta tak tergoyahkan.
“Baik bu saya akan mengerjakannya.” Kata
Aninda akhirnya menyetujui perintah bu Meta.
Karena ia
paling tidak bisa kalau sampai orang tuanya mengetahui kenakalannya di sekolah.
Setelah ia membersihkan kamar mandi sebagai hukumannya
tadi ia melanjutkan membersihkan papan tulis setelah pelajaran matematika
berakhir. Setelah ia membersihkan papan tulis ia duduk di bangkunya kembali dan
menenggelamkan kepalanya di kedua tanganya diatas meja karena ia sangat
kelelahan.
Tiba-tiba
datang seorang cowok dan berkata padanya, “Apakah kau lelah ??”.
Aninda
hanya diam mendengar pertanyaan cowok itu. Melihat tak ada jawaban dari Aninda,
cowok
itupun bertanya lagi,
“Apa semua hukuman sudah kau selesaikan ??apa
ada yang belum kau selesaikan dan perlu bantuan ?? aku siap membantumu kok..”
Tanya cowok itu dengan tawaran bantuannya.
Lagi-lagi
hanya diam yang ia dapat,dan ia bertanya sekali lagi,
“Apa yang
bisa ku bantu agar hukumanmu selesai ??”.
”ARRHHH,
BISA DIAM TIDAK KAU!!!” Bentak Aninda.
Sontak hal itu membuat si cowok terhentak
kaget.
“Ahhh, bisa gila aku disini.”Kesal Aninda yang
melengos meninggalkan ruang kelasnya.
Dimana
cowok itu mengejar Aninda karena merasa bersalah telah membuatnya marah, namun
sayangnya belum seberapa jauh ia mengejar bel pelajaran pun berbunyi tanda
memasuki pelajaran selanjutnya. Sehingga cowok itu menghentikan langkahnya dan
kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Berbeda dengan Aninda
yang sekarang tak tau kemana ia pergi.
Pelajaran pun telah dimulai, namun pikiran cowok itu
berada di luar pelajaran yang sedang dijelaskan oleh gurunya. Pikirannya
menerawang jauh mencari jawaban kemana Aninda pergi dan tak kembali kedalam
kelas. Selang beberapa jam dan pelajaran puntelah berganti, namun Aninda belum
juga kembali. Cowok itu bertanya dalam hatinya, kemana Aninda pergi dan apa yang ia lakukan sekarang hingga ia
tidak masuk ke kelas. Semakin lama pikiran dan hati yang gelisah karena
perasaan bersalahnya semakin berkecambuk dan memenuhi seluruh ruang di otaknya,
hingga ia memutuskan untuk izin keluar ke kamar mandi namun dibalik alasan itu
sebenarnya ia akan mencari keberadaan Aninda. Ia berjalan memutari setiap
jengkal tempat disekolah itu namun ia tidak dapat menemukan sosok yang ia cari.
Akhirnya ia menyerah dan memutuskan untuk menghentikan pencariannya. Kini ia
duduk di bangku panjang di dekat gerbang sekolah. Tiba-tiba ada orang yang
menepuk pundaknya dari samping dan ia pun terkaget,
“AHH !!”.
Namun setelah ia menoleh,
Ia mendapati yang mengagetkannya adalah satpam
sekolahnya.
“Ah, bapak mengagetkan saya saja.” Katanya.
“Oh, maaf
kalau saya membuat anda kaget. Saya hanya hendak bertanya apa yang anda lakukan
disini.” Jelas pak Supri, satpam yang mengagetkannya tadi.
“Ah,itu. Saya sedang mencari teman saya pak
namanya Aninda, dia sedari tadi tidak mengikuti pelajaran saya khawatir dengan
dia pak,makanya saya mencarinya.” Jelas cowok itu panjang lebar dan pak Supri
hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasannya.
“Aninda ??”Tanya pak Supri memastikan.
“Ya pak, namanya Aninda. Bapak mengenalnya ??kalau
iya. Apakah bapak tau dia biasanya berada dimana ??” Tanya cowok itu.
Pak Supri mencoba mencari tau jawaban yang di
inginkan cowok itu, hingga akhirnya ia berkata,
“Coba kamu cari di lantai paling atas gedung
kelas atau dia biasa menyebutnya balkon.”
.“Begitu ya
pak, kalau begitu terima kasih banyak pak.”Kata cowok itu.
Secepat
kilat ia beranjak dan menuju ke tempat yang
dikatakan pak Supri.
Sesampainya ditempat itu ia mendapati sosok yang ia cari,
yaitu Aninda yang tengah menagis tertunduk.
“Jangan
mendekat !!” kata Aninda tiba-tiba saat cowok itu mulai mendekati Aninda yang
telah berhenti menangis
Kemudian Aninda menyembunyikan tali sepatu yang
sedari tadi ia pegang disela tangisnya.
“Eh,” cowok
itu kaget mendengar ucapan Aninda, lalu ia bertanya
“Kau kenapa ??kalau ada masalah ceritakan
kepadaku, mungkin aku bisa membantumu.” Tawar cowok itu.
“Apa aku tidak salah dengar ??bercerita
kepadamu ?? aku saja tidak mengenalmu gimana aku bisa curhat kepadamu huh ??”
Tanya Aninda.
“Oh, iya
maaf. Aku Leo siswa pindahan dari SMAN Bina Nusa di Jogja. Nah sekarang kau
bisa curhat kepadaku.” Kata cowok itu memperkenalkan diri dan mendekat kearah
Aninda,
Dan kini ia duduk berdampingan dengannya di tepi
gedung. Aninda menoleh menatap cowok itu, lalu ia merasakan kenangan masa lalu
yang tak jelas itupun berlintasan di benak Aninda. Kini ia memejamkan mata
menahan rasa sakit di kepala yang ia rasakan setelah melihat wajah cowok tadi.
“Auuuww…sakit.” Rintih Aninda kesakitan.
Kontan
cowok yang bernama Leo tadi kaget dan bingung dengan apa yang terjadi.
“Apa kau
tidak apa-apa ??apa kepalamu sakit ?? ” Tanya Leo.
Aninda hanya bisa merintih kesakitan sementara
itu kenangan masa lalu itupun masih berkelebatan di otaknya, dan saking
sakitnya hingga Anindapun tak sadarkan diri di pelukan Leo. Leo yang
kebingungan dan khawatir langsung menggendong Aninda ke UKS untuk di berikan
pertolongan. Beberapa waktu kemudian Aninda siuman, danLeo masih menungguinya
sampai ia sadar. Setelah sadar, dengan kepala masih terasa pening Aninda
mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya dan mendapati cowok yang bernama Leo
tadi tengah menatapnya. Dan Tiba-tiba kenangan itu muncul kembali disertai rasa
sakit yang sangat di kepalanya.
“Auuww..auuuwww.”
rintihnya sambil ia menekan-nekan kepalanya kuat.
Leo pun
bingung kenapa setiap Aninda melihatnya ia selalu merasa kepalanya sakit,
tiba-tiba ia memanggil dokter yang tadi menanganinya. Sebelum dokter itu sampai
di tempat Aninda terbaring, Aninda sudah tak sadrkan diri lagi. Hal ini mungkin
karena ia tidak tahan dengan rasa sakit yang ia rasakan hingga membuat tubuhnya
tak mampu menahannya dan jatuh pingsan. Hal ini membuat Leo semakin bingung dan
sedih. Sebelum Aninda sadar dan melihatnya lagi Leo memutuskan untuk pergi
meninggalkannya agar ia tidak sakit kembali. Agar Aninda bisa istirahat dengan
cukup ia pun diantar pulang oleh guru piket pada hari itu.
Kekhawatiran dan bingung yang dirasakan Leo membuatnya
berkunjung ke rumah Aninda, diman alamatnya ia dapatka dari pak Supri. Dan
sesampainya di rumah Aninda ia dipersilahkan masuk oleh ibunya, meskipun ia
telah diberitahu ibunya kalau Aninda sedang istirahat namun ia tetap meminta
agar bisa dipersilahkan masuk. Didalam rumah
sederhana bertlantai 2 namun terasa nyaman itu,Leo mulai menceritakan apa yang
dialami Aninda sewaktu tadi di balkon sekolah. Ibunya hanya mendengarkan cerita
Leo sambil sesekali mengangguk dan
berucap iya. Selesai bercerita ibu Aninda bertanya siapakah gerangan cowok yang
sedari tadi bercerita panjang lebar serasa ia telah lama menjadi teman anaknya.
Ibu Aninda terhentak kaget ketika mengetahui nama cowok dihadapannya adalah
Leo. Mata ibu Aninda mulai berkaca-kaca dan kemudian ia mengingat kejadian lima
tahun yang lalu dimana kejadian itulah yang membuat Aninda mennjadi pemalas,
bertingkah dan sering merasakan sakit di kepalanya saat mengingat masa lalunya
lima tahun yang lalu. Ibu Aninda bertanya kepada Leo untuk memastikan dugaannya,
“nak Leo, apakah namamu Leo
Fernando teman SMP Ninda yang pindah ke jogja ??”.
Leo mengangguk membenarkan pertanyaan ibunya
Aninda.Setelah itu tiba-tiba ibunya bercerita apa yang menimpa Aninda lima
tahun yang lalu.
** Flashback **
Aninda kaget mendengar berita bahwa Leo akan pindah ke
jogja dari berita yang didengar ibunya sewaktu berbelanja di sebuah swalayan.
Secepat kilat Aninda menelpon Leo untuk menanyakan hal itu,
“Leo, apakah kamu berencana akan
pindah ke jogja ??” tanyanya dengan mulai berkaca-kaca.
“i..ii..yaa.”
kata Leo terbata.
“Leo kenapa
kau jahat sekali ??kenapa kau tidak bilang kalau kau mau pindah ke jogja huh
??” Tanya Aninda dengan suara yang mulai parau dan tangis yang ia tahan sedari
tadi kini pecah membasahi pipinya.
“maafkan
aku, aku tak sempat mengatakannya padamu.” Sesal Leo.
“kau
sekarang ada dimana, ada yang ingin aku katakana padamu ??” Tanya Aninda.
“Aku sedang menuju bandara akan berangkat ke
jogja. Bisakah kau mengatakannya lewat telpon ??” kata Leo.
“tidak
bisa. Ok, aku akan menyusulmu kesana.” Kata Aninda diiringi bunyi telepon yang
terputus
“tuuth..tuuth..”.
Segera setelah ia mengakhiri telponnya,
Aninda
langsung memanggil taksi dan pergi ke bandara. Ibunya yang memperhatikannya
semenjak ia menelpon Leo sampai ia berangkat ke bandara, ibunya hanya berpesan
untuk berhati-hati di jalan, Aninda hanya mengangguk dan segera pergi.
Ditengah perjalanan menuju bandara Aninda terjebak
macet,semerntara Leo sudah menunggu kedatangan Aninda selama kurang lebih 20 menit
menjadi resah dan khawatir dengannya. Dimana seharusnya waktu yang diperlukan
dari rumah Aninda ke bandara hanya 15 menit itupun kalau macet. Ternyata yang
menyebabkan macet adalah ban Truk muatan kayu gelondongan bocor di tengah
jalan. Aninda resah dan memutuskan untuk berjalan dan mencari taksi lain di
seberang jalan agar ia mampu menyusul Leo di bandara. Tiba-tiba saat ia mau
menyeberang jalan ada satu mobil yang melaju sangat kencang dan menghantam
tubuh Aninda yang tak sempat menghindar. Tubuhnya terpental sejauh tiga meter
dan kepalanya terbentur pagar trotoar sangat keras. Semenjak kecelakaan yang
menimpanya Aninda mengalami koma selama 2 minggu dan hilang ingatan terakhirnya
dan semua kenangan yang berhubungan dengan kenangan terakhirnya akan teringat
hanya samar-samar. Dan setiap ia mengingat atau teringat secara tidak sengaja
Aninda akan merasaka sakit di kepalanya dan jatuh pingsan setelah beberapa
menit kemudian.
**Flashback End**
Air mata Leo mengalir begitu deras mendengarkan cerita dari
ibunya Aninda. Kini Leo tau kenapa setiap Aninda melihatnya ia merasakan sakit
yang sangat di kepalanya. Dan kini Leo mendapatkan jawaban kenapa Aninda tak
datang ke bandara lima tahun yang lalu. Leo merasa sangat menyesal, kenapa dulu
ia tidak memberitahunya dan menghentikan Aninda agar tidak pergi ke bandara. Ia
menagis tersedu-sedu menyesali perbuatannya, ibu Aninda menenangkan Leo.
Setelah Leo sedikit tenang, ibu Aninda menawarkan agar Leo untuk melihat
keadaanya Aninda dan Leo pun mengiyakan tawaran tersebut.Belum sampai Leo dan
ibu Aninda beranjak dari duduknya keduannya dikejutkan dengan suara jatuh yang
berasal dari lantai 2. Dengan segera Leo melompat diikuti oleh ibu Anida
dibelakangnya berlari menuju sumber suara. Sesampainya di lantai 2 keduanya
dikejutkan lagi dengan apa yang mereka lihat di kamar Aninda. Aninda tergeletak
di dekat kasurnya dengan kaki yang basah, kemungkinan ia jatuh setelah dari
kamar mandi. Dan yang tak kalah mengejutkan adalah disekitar kepala Aninda terlihat
darah yang mengalir dari kepalanya. Dengan segera Aninda dilarikan ke rumah
sakit terdekat.
Sesampainya dirumah sakit Aninda langsung dibawa ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk mendapatkan petolongan. Satu jam setelah
Aninda mendapatkan perawatan medis ia siuman. Aninda mengerjapkan matanya
perlahan dan mengedarkan pandangannya ke sekitarnya. Kedua mata Aninda terhenti
ketika ia mendapati ibunya tengah memandangnya cemas dan sosok laki-laki yang
tak kalah cemasnya dengan ibunya. Perlahan Aninda berucap,
“Mama..?? ehmm…”ia
menunjuk laki-laki tadi,
“L..eoo ??” tanyanya.
Keduannya kaget mendengar perkataan Aninda.
Setelah mendengar penjelasan dari dokter bahwa ingatan Aninda mulai kembali.
Leo dan ibu Aninda merasa senang dan lega mendengar berita itu. Semenjak ingatan
Aninda pulih semuanya menjadi jelas. Diantara Leo dan Aninda dapat mengatakan
apa yang mereka alami selama lima tahun yang lalu dan saling memahami antar
satu sama lain. Hari-harimenyenangkan
mereka lewati bersama, tawa canda dan sedih tak lepas dari keseharian
mereka. Dan kini Aninda telah menjadi Aninda yang dulu lagi yang rajin, penurut
dan tidak sakit-sakitan lagi.
Pada hari sabtu, satu bulan semenjak Aninda keluar dari
rumah sakit, ia dan Leo akan bertemu di suatu tempat yang Leo tentukan dimana lokasi
dan waktunya. Pada waktu yang telah ditentukan keduanya akan bertemu di tempat
itu namun mereka berangkat kesana sendiri-sendiri. Mereka merencanakan ini
untuk merayakan hari jadi yang ke lima pertemanan mereka yang ditandai dengan
pengikatan tali sepatu yang satu helainya dimiliki oleh keduannya. Tali itu
diberikan Leo ketika ia dan Aninda berada di kelas 1 SMP sebagai symbol
pertemanan. Dan disetiap tahunnya mereka berdua selalu merayakan hari jadi
pertemanan mereka dengan mengikatkan tali tersebut lalu melepaskannya
lagi,begitu kesepakatan mereka. Dan Tali itulah yang senantiasa Aninda jaga
saat ia amnesia tanpa ia tahu alasan mengapa ia selalu menjaganya. Dan dihari
ini adalah perayaan yang ke 5 pertemanan mereka, namun dibalik rencana perayaan
Leo dan Aninda mempunyai sesuatu hal yang akan dibicarakan. Leo dan Aninda pun
mulai berangkat menuju tempat yang telah ditentukan dengan arah jalan yang
berlawanan seperti prinsip mengikat tali sepatu yang pada akhirnya akan menemukan ujung yang
sama dan tersimpul ikatan setelahnya. Dalam perjalanan dimana Leo mengemudikan
mobilnya seorang diri sedangkan Aninda tengah naik taksi, mereka saling
bercakap-cakap melalui telpon. Namun ditengah mereka tengah asyik mengobrol di
telepon sesuatu terjadi. “BBBBRRRRRAAKKKK……Tuuth..tuuth……tuuuuuuuuuuu……….”suara
yang terdengar dari sambungan telepon Leo. Sontak Leo pun kaget dan cemas,
dengan cepat ia membanting stir mobil putar haluan, karena sebelum terjadi hal
itu Leo masih sempat mendengar bahwa Aninda tengah berada di jalan semangka
yang berjarak 50 meter dari tempat ia membanting stir. Sesampainya disana,
betapa kagetnya Leo melihat segerombolan orang di dekat pohon di pinggir jalan
dan setelah ia mendekat ia sangat kaget melihat taksi yang ditumpangi Aninda
terbalik dan menabrak pohon. Secepat kilat ia berlari menuju ke tempat Aninda
dan melihat keadaan Aninda.
Sesampainya di rumah sakit Aninda ditangani dokter yang
berjaga malam di IGD. Kecelakaan yang menimpa Aninda malam ini sangat parah hingga membuatnya harus masuk ruang ICU. Sementara Leo
hanya cemas di balik pintu dimana orang
terkasihnya tengah berjuang diantara hidup dan matinya di ruang ICU. Beberapa
menit berlalu mama Aninda telah sampai di rumah sakit dengan tangis kesedihan
dan cemas yang menyertai kehadirannya. Leo dan ibu Aninda tak kuasa melihat
dibalik pintu ruang ICU itu ada orang yang sama-sama mereka sayangi. Setelah
menunggu tak berapa lama dokter keluar dari ruang ICU untuk memanggil keluarga
pasien, dan menyampaikan bahwa pasien Aninda terus memanggil nama Leo. Leo dan
ibu Aninda dengan segera masuk ke ruang ICU. Tangis ibu Aninda pecah ketika
melihat anak semata wayangnya terbaring tak
berdaya dengan semua alat medis yang menempel pada tubuh anaknya. Namun Leo
masih menegarkan hati dan berusaha menenangkan ibu Aninda. Sesampainya mereka
di tepi ranjang pasien, Aninda menoleh perlahan karena ia meraskan kehadiran
mereka berdua. Tetes air mata mengalir lembut di pelipisnya, Aninda menggenggam
tangan ibunya yang disambut dengan pelukan dan tangis dari ibunya, tentu saja
itu membuat Aninda ikut menangis juga.
”M..ma..maa..fkan
Anin..da, mam..ma..ja.n.ngan..me..nang..ngi..ss,
Ni..nn..da..saaa.yang..mma..ma.” kata Aninda terbata menahan rasa sakit yang ia
rasakan.
Ibunya
hanya mengangguk mengiyakan apa yang Aninda katakan dan menangis di pelukan
Aninda. Setelah itu ia melepas pelukan dan genggaman ibunya dan menggenggam
tangan Leo yang sedari tadi mencoba untuk menahan tangisnya karena ia tidak mau
membuat Aninda semakin sedih. Leo membalas geggaman tangan Aninda lembut. Ibu
Aninda tak kuasa melihat anaknya seperti itu dan ia memutuskan keluar dari
ruangan itu, karena ia tak kuasa melihat bahwa anaknya hanya punya waktu yang
sedikit, begitu kata dokter yang menanganinya sebelum ia dan Leo masuk melihat
Aninda. DI luar ruang ICU ibu Aninda senantiasa berdo’a agar anaknya diberikan
mukjizat untuk sembuh.Sementara di dalm ruang ICU,
Leo mulai
berkata masih dalam isak tangisnya, “Ani..nda,a.da y..ang i.nnng..in ak..u kat..akan
pada…mu,,,ma..uka..h kau m..en..de..ngar..ka..nnya.. ??”.
Aninda hanya menjawab dengan anggukan.
“Tapi
sebelumnya kita mengikat tali sepatu ini
dulu bagaimana ??” kata Leo sambil menunjukkan sepasang tali sepatu yang ia
pegang, satu miliknya dan pasangannya milik Aninda yang ia ambil saat Aninda
masuk ke ruang IGD.
Leo memberikan tali sepatu Aninda dan mereka
mulai mengikatkan sepasang tali sepatu. Isak tangis masih mengiringi mereka
berdua.Setelah selesai terikat tali sepatu tersebut mereka genggam berdua dan
Leo mulai berkata,
“A..ni..nnda..yaa.ngg.iin…ngin.a..kku..ka..t..aa…ka..kan….ba..h..w..wa…..a..ku..ak..ku..me..n..cin..tai…mu….I..Love..U..Aninda.”
katanya terbata.
Mendengarnya
Aninda sedikit kaget namun tak terlihat jelas karena keadaanya yang sangat
lemah dan kesakitan, namun ia mulai berkata,
“A..kk..kkuu..ju..g..ga..me..n..cint..taimu..Le..o…..”
kata Aninda di hembusan napasnya yang terakhir………………………………………………….
* THE END *